ASSALAMUALAIKUM...
Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi saw. adalah Iqra' atau 'membaca',
meskipun Beliau dalam kondisi Ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis).
Mengapa Iqra'? secara etimologis Iqra' diambil dari akar kata qara'a yang
berarti 'menghimpun', sehingga tidak selalu harus diartikan 'membaca sebuah
teks yang tertulis dengan aksara tertentu'. Selain bermakna 'menghimpun', kata
qara'a juga memiliki sekumpulan makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis
maupun tidak. . Allah swt. berfirman :
.اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah".
Kata Iqra' dalam surah al-'Alaq di atas oleh banyak ahli tafsir diertikan
'bacalah!', tetapi apa yang harus dibaca? dalam satu riwayat, Nabi saw. setelah
mengalami kepayahan karena dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat
Jibril a.s. beliau lantas bertanya: Ma aqra' ya jibril? namun pertanyaan
tersebut tidak dijawab oleh malaikat Jibril a.s., kerana Allah menghendaki agar
beliau dan umatnya membaca apa saja, selama membaca tersebut dilandasi
bismirabbika (atas nama Allah), dalam arti bermanfaat untuk kemaslahatan
sosial. Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan
saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga antara lain mampu
memilih bahan-bahan bacaan yang tidak menghantarnya kepada hal-hal yang
bertentangan dengan 'nama Allah' itu.
Jika begitu kata Iqra' bererti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah
ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri
sendiri baik yang tertulis maupun tidak. Alhasil, objek perintah iqra' mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkau.
Lalu, mengapa setelah kata اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ, dilanjutkan
dengan خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. Dalam konteks ini Allah menegaskan
bahwa Dia-lah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah, lalu apa
maknanya? Manusia diarahkan untuk meneliti, memahami, dan mendalami proses
penciptaan dirinya. Dimana manusia diciptakan oleh Allah dari segumpal darah,
sesuatu yang menjijikkan nan hina, lalu berkembang hingga berbentuk sempurna
dan diberikan kepadanya ruh. Namun ditegaskan ulang memang manusia memang harus
membaca sebagai kunci utama untuk menghimpun pengetahuan. Itulah ajaran Allah
yang Maha Agung untuk meninggikan darjat manusia sebagai khalifahnya di muka
bumi.
Sungguh, perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga yang pernah
dan dapat diberikan kepada umat manusia. 'Membaca' dalam aneka maknanya adalah
syarat pertama dalam pengembangan ilmu dan tekhnologi, serta syarat utama
membangun peradaban. Semua peradaban yang berhasil bertahan lama, justru
dimulai dari satu kitab (bacaan). Peradaban Yunani dimulai dengan Iliad karya
Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab
Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan
berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831) . Peradaban Islam lahir dengan
kehadiran al-Qur'an.
Selanjutnya, Allah berfirman:
.اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ.عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya".
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini, bukan sekadar menunjukkan
bahwa kecekapan membaca tidak diperoleh kecuali mengulang-mengulangi bacaan,
atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan.
Tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi bacaan dengan
bismirabbika (atas nama Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru
walaupun yang dibaca hal itu juga. Mengulang-ulang membaca al-Qur'an tentunya
akan menimbulkan penafsiran baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian
jiwa serta kesejahteraan batin. Berulang-ulang 'membaca ' alam raya, membuka
tabir rahasianyadan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir.
Kenapa Iqra' pada ayat yang ketiga diulang dan digandingkan dengan warabbukal
akram? 'warabbukal akram' mengandung pengertian bahwa Dia (Allah) swt. dapat
menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hambanya yang
membaca.
Lalu, pada ayat keempat dilanjutkan dengan kata-kata 'Dia (Allah) swt. Dzat
yang mengajari dengan (perantara) qalam'. Objek iqra' yang sedemikian luas itu,
memang seola-ola dapat menyempit apabila hanya dilihat dari rangkainnya
perintah membaca dengan qalam. Namun harus diingat bahwa sekian pakar tafsir
kontemporer memahami kata qalam sebagai segala macam alat tulis-menulis sampai
kepada mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih dan juga harus diingat bahwa
qalam bukan satu-satunya alat atau cara untuk membaca atau memperoleh
pengetahuan. Hal ini tegas disebutkan dalam ayat selanjutnya bahwa Allah
memiliki kuasa untuk memberikan pengetahuan kepada manusia apa yang tidak ia
ketahui, baik lewat wahyu, ilham, karamah, intuisi dan lain sebaginya.
Dari tiga potongan ayat di atas kita juga dapat memahami bahawa pengetahuan dan
peradaban yang dirancang oleh al-Qur'an adalah pengetahuan terpadu yang
melibatkan akal dan kalbu dalam perolehannya (out put-nya). Wahyu pertama
al-Qur'an menjelaskan dua cara untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu. Setiap
pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum subjek dituntut berperan
guna memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang
memperkenalkan dirinya kepada subjek tanpa usaha sanga subjek. Komet Halley,
memasuki cakrawala, hanya sejenak setiap 76 tahun. Dalam kasus ini walaupun
para astronom menyiapkan diri dan alat-alatnya untuk mengamati dan mengenalnya,
tetapi sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu sendiri
untuk memperkenalkan diri. Wahyu, ilham, intuisi, atau firasat yang diperoleh
manusia yang siap dan suci jiwanya atau apa yang diduga sebagai 'kebetulan'
yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, kesemuanya tidak lain kecuali
bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di
atas.
Dalam tiga ayat di atas, terlihat betapa al-Qur'an sejak dini telah memadukan
usaha dan pertolongan Allah, akal dan budi, pikir dan zikir, iman dan ilmu.
Akal tanpa kalbu menjadikan manusia seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan
pelita di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan
pencuri. Dan al-Qur'an sebagai sebuah kitab terpadu, tentunya menghadapi dan
memperlakukan peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsur
manusiawi, jiwa, akal, dan jasmaninya.
Demikianlah, perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga bagi
perkembangan kebudayaan dan peradaban umat manusia. Kerana, membaca merupakan
jalan yang menghantar manusia mencapai darjat kemanusiaannya yang sempurna,
sebagaimana janji Allah swt.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا العِلمَ
دَرَجَاتٍ
"Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memiliki
ilmu dengan beberapa darjat yang tinggi"
Sehingga, tidak berlebihan bila dikatakan bahawa 'membaca' adalah syarat utama
guna membangun peradaban. Dan bila diakui bahwa semakin luas pembacaan semakin
tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya. Maka usaha untuk menggalakkan
budaya membaca adalah hal yang sangat urgen untuk selalu dikampanyekan dan
diusahakan. Maka, tidak mustahil jika pada suatu ketika 'manusia' akan
didefinisikan sebagai 'makhluk membaca', suatu definisi yang tidak kurang nilai
kebenarannya dari definisi-definisi lainnya semacam 'makhluk sosial' atau
'makhluk berfikir'.
Sejarah umat manusia, secara umum dapat dibagi dalam dua priode uatama:
'sebelum penemuan tulis-baca' dan 'priode sesudahnya' sekitar lima ribu tahun
yang lalu. Dengan ditemukannya tulis-baca, peradaban manusia tidaklah merambah
jalan dan merangkak-rangkak, tetapi mereka telah berhasil melahirkan tidak
kurang dari 27 peradaban dari peradaban Sumaris sampai peradaban Amerika masa
kini. Peradaban yang datang mempelajari peradaban yang lalu dari apa yang
ditulis oleh generasi yang lalu dan dapat dibaca oleh generasi yang kemudian.
Manusia tidak lagi memulai dari titik nol, berkat kemampuan tulis-baca itu.
Kejayaan peradaban romawi, peradaban Islam, peradaban Eropa saat ini tentunya
semua dibangun dari tradisi membaca dan menulis. Beribu-ribu karya intelektual
serta penemuan-penemuan yang original yang muncul pada zamannya. Intelektual
bukanlah komunitas manusia yang hanya bergelut dengan tulis menulis, tetapi
lewat berbagai macam eksperimentasi sehingga melahirkan suatu teori baru,
begitu seterusnya hingga kini.
Tugas sebagai 'Abd lillah dan khalifatullah fi al-ardh yang diemban oleh
makhluk manusia adalah merupakan konsekuensi dari potensi keilmuan yang
dianugerahkan Allah kepada manusia, sekaligus sebagai persyaratan mutlak bagi
kesempurnaan pelaksanaan kedua tugas tersebut. Dengan ilmu yang diajarkan oleh
Allah kepada (Adam) manusia, ia memiliki kelebihan dari malaikat, yangtadinya
meragukan kemampuan manusia untuk membangun peradaban. Dan dengan ibadah yang
didasari oleh ilmu yang benar, maka manusia menduduki tempat terhormat, sejajar
bahkan dapat melebihi kedudukan umumnya malaikat. Ilmu, baik yang kasby
(acquired knowledge) maupun yang ladunny (abadi, perennial), tidak dapat
dicapai tanpa terlebih dahulu melakukan qira'at - bacaan dalam arti yang luas.
Kekhalifahan menuntut hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya,
dengan alam serta hubungan dengan Allah. Kekhalifahan menuntut juga kearifan.
Karena, dalam kaitannya dengan alam, kekhalifahan mengharuskan adanya bimbingan
terhadap makhluk agar mampu mencapai tujuan penciptaannya. Untuk maksud
tersebut, diperlukan pengenalan terhadap alam raya. Pengenalan itu tidak akan
dapat tercapai kalau tanpa usaha qira'at (membaca, menelaah, mengkaji, dan
sebagainya).
Demikianlah, Iqra' merupakan syarat pertama dan utama bagi keberhasilan
manusia. Berdasarkan hal tersebut, tidaklah menghairankan jika ia menjadi
tuntunan pertama yang diberikan oleh Allah swt. kepada manusia.
No comments:
Post a Comment